Picture taken from here
Seperti biasanya, di hari jum’at yang sejuk ini aku meringankan langkah mengayunkan tangan menuju masjid idaman para mahasiswa, Masjid At-Ta’lim Sendik BRI. Alasannya, hari ini sejuk dan tak mendung, jadi tak khawatir kehujanan ketika pulang nanti.
Shaf pertama masih kosong ketika aku memasuki ruangan masjid dan kembali berjumpa dengan seorang bapak yang selalu ada di sebelah paling kanan shaf pertama. Aku sellalu ingat senyum sumringahnya ketika kuajak bersalaman. Hmm… sungguh sebuah ukhuwah yang indah.
Sengaja kali ini aku tak makan sebelum jum’atan, selain belum masak nasi, aku juga tak ingin melewatkan khutbah kali ini hanya karena mengantuk lantaran perut sudah nyaman terisi. Padahal sedari dhuha tadi perutku sudah menabuh genderang perang. Lapaaar….!!!
Khatib kali ini aku mengenalnya, ya..hanya mengenal wajah dan nama. Jangan tanya apakah beliau mengenalku atau tidak. Dan dalam khutbah singkat siang ini aku simpulkan saja beberapa poin penting dari khutbah ini. Kali ini sang khatib mengambil tema ciri-ciri orang yang pandai bersyukur.
Sebagai prolog, sebagai umat manusia tentu saja apa yang kita terima tak terlepas dari apa yang telah kita perbuat, dan tentu saja itu atas kehendak Allah SWT. Ada kalanya Allah segera mengabulkan permintaan kita, terkadang Allah juga menunda untuk memberikannya. Sesungguhnya Allah tahu apa yang kamu butuhkan, bukan yang kamu inginkan.
Dan beragam pula tingkah manusia dalam menyikapi takdir yang telah Allah berikan untuknya. Terkadang apa yang telah ia peroleh menjadi tak berkah karena orientasi dunia semata. Dan, dari ciri tertentu saja kita bisa menilai apakah orang tersebut pandai bersyukur atau tidak.
Ciri-ciri itu ada delapan. Empat bagi yang pandai bersyukur, dan empat lagi bagi yang tak pandai bersyukur.
Ciri yang pertama, wajahnya indah. Bukan berarti mereka yang bernama ‘Indah’ serta merta termasuk ke dalamnya. Dalam hal ini, wajah yang indah adalah wajah yang teduh, sedap dipandang mata, atau dalam istilah lainnya disebut sebagai wajah alhamdulillah. Wajah ini selalu lapang dalam menerima setiap keputusan dari Allah, manis ataupun pahit.
Kebalikannya adalah wajah yang masam. Wajah ini karena jarang mensyukuri nikmat Allah dan selalu merasa kurang dalam hidupnya. Sehingga ia selalu mencari dan mencari lagi untuk memuaskan nafsu dunia yang tak habis-habis. Ibarat meneguk air laut, makin banyak akan makin kehausan.
Yang kedua, lidahnya fasih. Juga bukan berarti dia fasih melafalkan bahasa inggris yang was-wes-wos, tetapi lebih jauh fasih berarti kata-katanya adem bagai berteduh di bawah pohon beringin. Setiap kata yang keluar dari lidahnya adalah nasihat dan orang tak bosan untuk mendengarkannya, bahkan selalu ingin mendengarnya.
Kebalikannya adalah lidah yang kotor. Ibarat teko, apa yang keluar adalah apa yang ada di dalam teko. Jika yang di dalam teko adalah kopi hitam, hati yang tak pernah puas, selalu merutuk, maka yang keluar juga akan hitam, kata-kata kotor, tak bermanfaat, mencaci-maki, dan tiada berfaedah sama sekali.
Kemudian yang ketiga, hati yang bertakwa. Tanda-tandanya adalah apapun yang ia lakukan adalah karena Allah. Hanya ridho Allah yang ia inginkan. Bukan puji-pujian dari manusia, anggap saja lah pujian itu sebagai bonus di dunia. Hatinya terpaut dengan Allah dan penuh terisi dengan Allah. Apapun yang ia alami di dunia, di ayakin Allah ada di balik semua kejadian. Allah memberikan kejadian pasti ada tujuan.
Kebalikannya adalah hati yang bebal, hati yang ingkar dengan Allah. Dia tidak memerlukan Allah karena dia hanya yakin apa yang diperolehnya adalah karena usahanya, tanpa campur tangan Allah. Hati yang seperti ini tentu saja hitam, gelap, tanpa cahaya. Dia tak akan menemui kebenaran dalam hidupnya.
Dan yang keempat, tangan yang dermawan. Jangan disamakan dengan ‘ringan tangan’ karena sangat jauh berbeda dengan makna tangan yang ringan. Di sini maksudnya dia suka sekali membantu sesama, suka menolong, tangannya begitu ringan memberikan bantuan, entah itu tenaga, pikiran, ataupun harta. Dia begitu ikhlas membantu meskipun tanpa imbalan. Dia yakin bahwa sekecil apapun yang ia perbuat bagi kebaikan orang lain, maka Allah akan membalas dengan pahala dan Syurga.
Kebalikannya adalah berat tangan (istilah baru ). Ya, istilah baru mungkin bagi orang yang sangat pelit tenaga, pelit pikiran, dan pelit harta. Dia tak mau mengeluarkan bantuan untuk di jalan Allah. Dia lebih suka menyimpannya untuk diri sendiri atau parahnya untuk memuaskan diri sendiri dengan berfoya-foya tanpa mau berbagi dengan yang lain.
>>>
Demikianlah empat ciri yang saling berkebalikan satu sama lain. Mudah-mudahan kita semua tergolong orang-orang yang pandai bersykur. Sehingga Allah pun tak segan-segan untuk menambah nikmat kita di dunia, pun di akhirat.
Ingat, rejeki bukan saja soal uang dan harta, tetapi kesehatan itu juga rejeki, keamanan dan keselamatan juga rekeki. Nikmati hidup di jalan Allah karena itulah semanis-manisnya jalan meski banyak rintangan.
Salam